Postingan

Menampilkan postingan dari November, 2014

ANDALUSIA - NEGERI ISLAM YANG HILANG

dakwatuna.com -  Sebenarnya ini cerita klasik yang sering terlupakan seiring dengan perkembangan zaman, Andalusia atau Spanyol saat ini lebih dikenal dengan kompetisi La Liganya, belum lagi dua klub raksasa dunia FC Barcelona dan FC Real Madrid yang banyak digilai pecinta bola, apalagi di tahun 2010 Spanyol berhasil menjadi Juara Dunia untuk kali pertama, spontan kisah Andalusia bisa lebih terkikis, alhasil dunia bola lebih sering dibincangkan oleh publik ketimbang keberhasilan Islam mewarnai Spanyol ratusan tahun silam. Rasa penasaran menggiring hati ini untuk menyelami peradaban dan sejarah Islam lebih dalam, berawal dari perjalanan saya pada tahun 2010 meninggalkan ibu pertiwi menuju negeri di benua Afrika yaitu Maroko untuk melanjutkan program Master pada Studi Islam sambil mengikuti kilas balik sejarah. Walaupun selat menjadi pemisah di antara keduanya, dari kota Tanger di Utara Maroko terlihat dengan jelas nuansa Andalusia yang terpisah sekitar 14 KM, kendati dipisahkan oleh

Bai’at Hingga Ahlul Halli Wal Aqdi

Bai’at berasal dari kata bay yang secara bahasa berarti tran saksi atau jual-beli. Bai’at ini dilakukan atas dasar ridha (sukarela) dan pilihan, tanpa paksaan. Dalam bai’at ada ijab (penyerahan) dan qabul (penerimaan). Prof Dr Azizah al-Hibri, Guru besar hukum pada TC William School of Law, University of Ritchmond, Virginia, AS, menyatakan dalam konteks suk sesi politik, bai’at merupakan per buatan penyerahan dari umat —yang merupakan pemilik kekuasaan — kepada calon pemimpin. "Bai’at ter ja di ketika seorang atau seke lompok individu memberitahu kan kepada orang lain bahwa mereka mendukung suatu asumsi posisi kepemimpinan seseorang dan me nyatakan setia kepadanya." Dalam praktiknya, bai’at itu terjadi sejak era Nabi Muhammad. Bai’at kepada Nabi ini bukanlah dalam posisinya sebagai Nabi, tapi sebagai pemimpin politik yang melaksanakan hukum Tuhan. Sebab, sebagai se orang Nabi, urusannya lebih pada soal percaya atau tidak percaya. Tak lama setelah bai’at ini, Nabi kemudian

TIGA MODEL PEMILIHAN KHALIFAH RASYIDAH

Oleh: Harun Husein Sumber : Republika.co.id Hingga wafatnya, Nabi Muhammad SAW tidak mewasiatkan siapa penggantinya. Karena itu,  pemilihan pengganti Nabi sebagai kepala negara  (khalifah ar-rasul) dilakukan melalui musyawarah di antara para sahabat Nabi.  Secara umum ada tiga model pemilihan yang diterapkan di era khilafah rasyidah atau khalifah yang adil dan bijaksana. Berikut faktanya: Pemilihan Abu Bakar Ash ‐ Shiddiq (Model Pertama) Khalifah dipilih lewat musyawarah wakil-wakil dari kalangan Muhajirin dan Anshar secara terbatas (baiat in iqad) pada hari pertama Nabi wafat bertempat di Tsaqifah Bani Sai’dah (kediaman Sa’ad bin Ubadah di Madinah), kemudian dilanjutkan dengan bai’at ta’at di Masjid Nawabi pada hari kedua Nabi wafat. Kronologinya sebagai berikut: Tahap I * Saat Nabi wafat, terjadi kegoncangan. Mulai muncul tanda-tanda perpecahan kepemimpinan politik. Antara lain munculnya pendapat bahwa kalangan Anshar mengangkat khalifah sendiri, begi